Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Laporan Pendahuluan Halusinasi

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori : halusinasi

B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka penulis  mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
Jenis-Jenis Halusinasi
Terdapat beberapa jenis halusinasi, meliputi :
1) Halusinasi non patologis
Menurut NAMI (National Alliance for Mentally III) halusinasi dapat terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa, pada umumnya terjadi pada klien yang mengalami stres yang berlebihan atau kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan (halusinogenik). Antara lain:
a. Halusinasi hipnogonik
Persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat sebelum seseorang jatuh tertidur.
b. Halusinasi hipopomik
Persepsi sensorik yang palsu yang terjadi pada saat seseorang terbangun tidur.
2) Halusinasi patologis
Halusinasi ini terdiri dari lima jenis:
a. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. Misalnya ; mendengar suara membicarakan, mengejek, mentertawakan, mengancam tetapi tidak ada sumber disekitar.
b. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. Misalnya ; melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi klien yakin ada.
c. Halusinasi Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. Misalnya ; Mengatakan mencium bau bunga, kemenyan dan lain-lain yang tidak dirasakan oleh orang lain dan tidak ada sumber.
d. Halusinasi Pengecapan
Merasa mengecap sesuatu rasa dimulut, tetapi tidak ada. Misalnya ; merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain. Misalnya ; merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.
Fase-Fase Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1. Fase I (Comforting)
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. Misalnya ; klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
2. Fase II (Condeming)
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. Misalnya ; kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya
3. Fase III (Controlling)
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. Misalnya ; bisikan suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
4. Fase IV (Conquering)
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan. Misalnya ; halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dilingkungan

C. Penyebab
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis , sosial budaya, dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
a. Faktor predisposisi
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
1) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
2) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
4) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
5) Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.

E. Tanda dan gejala
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
Tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Post a Comment

0 Comments

1