Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

LP Mencederai Diri

Perilaku Menciderai Diri: Resiko Bunuh Diri

A. Pengertian
Pencederaan diri, berbagai istilah yang digunakan untuk menguraikan perilaku mencederakan diri : aniaya diri, agresi yang diarahkan kepada diri sendiri, membahayakan diri, cedera yang membebani diri dan mutilasi diri. Cedera diri dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja.
Perilaku bunuh diri, adalah serius apapun tujuannya. Dalam pengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada metode letalitas yang dilakukan atau digunakan, walaupun semua ancaman dan percobaan bunuh diri harus ditanggapi secara serius, perhatikan yang lebih waspada dan seksama menjadi indikasi jika seseorang menggantung diri atau loncat. Cara yang kurang mematikan seperti memberikan waktu untuk mendapatkan bantuan saat tindakan bunuh diri telah dilakukan (Stuart & Sundeen, 1998).
Mencederai diri dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit dan menggigit jarinya (Stuart & Sundeen, 1998).
Percobaan bunuh diri ialah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat (Maramis, 1998)
Menurut Scheneidman dan Farberow istilah bunuh diri (suiside) dapat mengandung arti:
1. Ancaman bunuh diri (”Threatened Suicide”)
2. Percobaan bunuh diri (”Attempted Suicide”)
3. Bunuh diri yang telah dilakukan (”Comitted Suicide”)
4. Depresi dengan niat hendak bunuh diri
5. Melukai diri sendiri (”Self destruction”)
(Maramis, 1998)
Menurut Keliat (1991), bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptive. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Menurut Emile Durkkheim dalam Maramis (1994), bunuh diri dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Bunuh diri egoistik
Individu tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang mejadikan individu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka yang tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah. Masyarakat daerah pedesaan mempunyai integrasi sosial yang lebih baik dari pada perkotaan, sehingga angka suiside juga lebih sedikit.
2. Bunuh diri altruistik
Individu itu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa bahwa kelompok tersebut sangat mengharapkannya. Contoh: “Hara-kiri” di Jepang, “puputan” di Bali beberapa ratus tahun yang lalu, dan di beberapa masyarakat primitif yang lain. Suiside macam ini dalam jaman sekarang jarang terjadi, seperti misalnya seorang kapten yang menolak meninggalkan kapalnya yang sedang tenggelam.
3. Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakukan yang biasa. Individu itu kehilanggan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Hal ini menerangkan mengapa percobaan bunuh diri pada orang cerai pernikahan lebih banyak dari pada mereka yang tetap dalam pernikahan. Golongan manusia yang mengalami perubahan ekonomi yang drastis juga lebih mudah melakukan percobaan bunuh diri.
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”.
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaab bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

Post a Comment

0 Comments

1